TALAK IDDAH DAN RUJUK
Talak
Pengertian Talak
Talak terambil dari kata “Ithlaq” yang menurut bahasa artinya melepaskan
atau meninggalkan. Menurut istilah syara’ talak yaitu melepaskan
perkawinan dan mengakhiri hubungan suami istri.
Talak adalah perceraian melepaskan ikatan nikah dari pihak suami dengan
mengucapkan lafadz yang tertentu, misalnya suami berkata terhadap
istrinya: “ Engkau telah ku talak” dengan ucapan ini ikatan nikah itu
telah menjadi lepas, artinya suami istri telah menjadi bercerai.
Jadi, talak itu ialah menghilangkan ikatan perkawinan sehingga telah
hilangnya ikatan perkawinan itu istri tidak lagi halal bagi suaminya,
dan ini terjadi dalam hal talak ba’in. sedangkan arti mengurangi
pelepasan ikatan perkawinan ialah berkurangnya hak talak bagi suami yang
mengakibatkan berkurangnya jumlah talak yang menjadi hak suami dari
tiga menjadi dua , dari dua menjadi satu, dan dari satu menjadi hilang
hak talak itu, yaitu terjadi dalam talak raj’i.
Rukun talak
Rukun talak ada tiga, yaitu:
Suami yang mentalak; dengan syarat baligh berakal dan kehendak sendiri.
Istri yang ditalak.
Ucapan yang digunakan untuk mentalak.
Macam-macam Talak
Secara garis besar ditinjau dari boleh atau tidaknya rujuk kembali, talak dibagi menjadi dua macam, yaitu:
Talak raj’i
Talak bain
Dari dua macam talak tersebut, kemudian bisa dilihat dari beberapa segi, antara lain:
Dari segi masa idah, ada tiga, yaitu:
Idah haid atau suci
Idah karena hamil
Idah dengan bulan
Dari segi keadaan suami, ada dua:
Talak mati
Talak hidup
Dari segi proses atau prosedur terjadinya, ada tiga:
Talak langsung oleh suami
Talak tidak langsung, lewat hakim (Pengadilan Agama)
Talak lewat hakamain
Dari segi baik tidaknya, ada dua:
Talak Sunni
Talak bid’iy
Talak Raj’i
Talak raj’i adalah talak dimana suami masih mempunyai hak untuk merujuk
kembali istrinya, setelah talak itu dijatuhkan dengan lafal-lafal
tertentu dan istri benar-benar sudah digauli. Sebagai mana Firman Allah
SWT :
…….
“ Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. setelah itu boleh rujuk lagi
dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. tidak
halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan
kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat
menjalankan hukum-hukum Allah…….” (QS. Albaqarah: [2]: 229)
Oleh karenanya manakala istri telah dicerai dua kali kemudian dirujuk
atau dinikahi setelah selesai masa idahnya sebaiknya ia tidak diceraikan
lagi. Pada hakikatnya talak yang lebih dari dua kali itu tidak dilarang
oleh Allah SWT, tetapi yang dilarang adalah rujuknya kembali setelah
itu. Sebanyak-banyaknya talak adalah 3 kali dan sekurang-kuranya talak
adalah 1 kali.
Ditinjau dari segi ucapan talak dan lafaznya, talak terbagi menjadi dua yaitu:
Talak dengan terang-terangan
Talak dengan sindiran.
Ditinjau dari segi sifat syariatnya, talak menjadi dua:
Talak sunni
Talak sunni yaitu talak yang terjadi sesuai ketentuan agama, yaitu
seorang suami mentalak istrinya yang telah dicampurinya dengan sekali
talak dimasa bersih dan belum ia sentuh kembali dimasa bersihnya.
Dikatakan talak sunni mempunyai tiga syarat:
Istri yang ditalak sudah pernah dikumpuli
Istri dapat segera melakukan idah suci.
Talak kitu dijatuhkan ketika istrri dalam keadaan suci. Dalam masa suci itu suami tidak pernah mengumpulinya.
Talak Bad’i
Talak bad’i ialah talak yang dijatuhkan pada waktu dan jumlah yang
tidak tepat. talak bad’i talak yang dilakukan bukan menurut petunjuk
syariah, baik mengenai waktunya baik cara-caramenjatuhkannya. Ulama
sepakat bahwa talak bad’i, dari segi jumlah talak ialah sekaligus,
mereka juga sepakat bahwa talak bad’i itu haram dan melakukannya dosa.
Talak Bad’i antara lain:
Talak yang dijatuhkan terhadap istri pada waktu istri tersebut haid.
Talak yang dijatuhkan yerhadap istri pada waktu istri dalam keadaan suci
tetapi sudah pernah dikumpuli suaminya ketika dia dalam keadaan suci
tersebut.
Firman Allah SWT :
……………
“ Hai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu Maka hendaklah kamu
ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang
wajar)…..” (QS. At-Talaq: 1).
Ditinjau dari segi waktu kejadian telak terbagi dua yaitu:
Talak Munajjas (kontan)
Talak majjas adalah talak yang tidak duigantungkan kepada syarat dan
tidak pula disandarkan kepada suatu masa yang akan datang, umpamanya:
suami berkata kepada istrinya, “engkau aku talak.”
Talak Mua’llaq
Talak mua’llak ialah talak dijatuhnya disandarkan pada suatu masa yang
akan datang. Umpamanya: suami berkata kepada istrinya, “engkau tertalak
besok.”
Talak Bain
Talak baain adalah talak yang suami tidak boleh rujuk kembali kepada bekas istrinya, melainkaan mesti dengan akad baru.
Talak bain terbagi menjadi 2 bagian:
Talak sughra
Talak sughra ialah talak yang menghilangkan hak-hak rujuk dari bekas
suaminya, tetapi tidak menghilangkan hak nikah baru kepada istri bekas
istrinya itu.
Yang termasuk dalam talak bain sughra ialah:
Talak yang dijatuhkan suami kepada istri yang belum terjadi dukhul (setubuh)
Khulu’
Talak Bain Kubra
Talak bain kubra adalah talak yang mengakibatkan hilangnya hak rujuk kepada bekas istri.
Yang termasuk dalam talak bain kubra ialah:
Talak tiga
Hukum Talak Dalam Islam
Stabilitas rumah tangga dan kontinuitas kehidupan suami istri adal
tujuan utama adanya perkawinan dan hal ini sangat diperhataikan oleh
syariat islam. Meskipun suami oleh hukum islam diberi menjatuhkan talak,
namun tidak dibenarkan suami menggunakan haknya itu dengan gegabah dan
sesuka hati, apalagi hanya menurutkan hawa nafsunya untuk mentalak.
Talak hukumnya wajib
Jika perbalahan suami isteri tidak dapat didamaikan lagi.
Dua orang wakil daripada pihak suami dan isteri gagal membuat kata sepakat untuk perdamaian rumahtangga mereka.
Apabila pihak kadi berpendapat bahawa talak adalah lebih baik.
Jika tidak diceraikan keadaan sedemikian, maka berdosalah suami
Talak hukumnya Haram
Menceraikan isteri ketika sedang haid atau nifas.
Ketika keadaan suci yang telah disetubuhi.
Ketika suami sedang sakit yang bertujuan menghalang isterinya daripada menuntut harta pusakanya.
Menceraikan isterinya dengan talak tiga sekali gus atau talak satu
tetapi disebut berulang kali sehingga cukup tiga kali atau lebih.
Talak hukumnya sunnah
Suami tidak mampu menanggung nafkah isterinya.
Isterinya tidak menjaga maruah dirinya.
Talak hukumnya makruh
Suami menjatuhkan talak kepada isterinya yang baik, berakhlak mulia dan mempunyai pengetahuan agama.
Talak hukumnya harus
Suami yang lemah keinginan nafsunya atau isterinya belum datang haid atau telah putus haidnya.
Iddah
Pengertian iddah
Menurut bahasa, kata iddah berasal dari kata ’adad (bilangan dan ihshaak
(perhitungan), seorang wanita yang menghitung dan menjumlah hari dan
masa haidh atau masa suci.
Menurut istilah, kata iddah ialah sebutan/nama bagi suatu masa di mana
seorang wanita menanti/menangguhkan perkawinan setelah ia ditinggalkan
mati oleh suaminya atau setelah diceraikan baik dengan menunggu
kelahiran bayinya, atau berakhirnya beberapa quru’, atau berakhirnya
beberapa bulan yang sudah ditentukan.
Macam-macam Masa iddah
Masa iddah ini terbagi atas 4 macam, yaitu:
Iddah masa kehamilan, yaitu waktunya sampai masa kelahiran kandungan
yang dikarenakan thalaq ba’in (perceraian yang mengakibatkan tidak
kembali kepada suaminya) atau talaq raj’i (perceraian yang dapat kembali
kepada suaminya) dalam keadaan hidup atau wafat. Firman Alloh ‘azza wa
jalla:
…………. ……………
“Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka adalah sampai mereka melahirkan.” (QS. Ath-Thalaq: 4)
Iddah muthlaqah (masa perceraian), yaitu masa iddah yang terhitung masa
haidh, maka wanita menunggu tiga quru’ (masa suci), sebagaimana firman
Alloh ‘azza wa jalla:
………………..
“Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru’.” (QS. Al-Baqarah: 228)
Yaitu 3 kali masa haidh.
Perempuan yang tidak terkena haidh, yakni ada dua jenis perempuan yaitu
perempuan usia dini yang tidak/belum terkena haidh dan perempuan usia
tua yang telah berhenti masa haidhnya (menopause), seperti dijelaskan
Alloh ‘azza wa jalla tentang masa iddah dua jenis perempuan ini:
……………….
“Dan perempuan-perempuan yang tidak haidh lagi (menopause) di antara
perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya) maka
iddah mereka adalah tiga bulan dan begitu (pula) perempuan-perempuan
yang tidak haidh.” (QS. At-Thalaq: 4)
Istri yang ditinggal suaminya karena wafat, Alloh menjelaskan masa iddahnya sebagai berikut:
……….
“Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan
istri-istri (hendaklah para istri itu) menangguhkan dirinya (beriddah)
empat bulan sepuluh hari.” (QS. Al-Baqarah: 234)
Perempuan dalam masa iddah
Perempuan yang ta’at dalam’iddah raj’iyyah berhak menerima dari bekas
suaminya, tempat tinggal, pakaian dan segala belanja, kecuali istri
durhaka, yang tidak ta’at kepada bekas suaminya.
Firman allah dalam Al-Quran :
…….
“tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu “
Perempuan yang dalam iddahnya yang tidak dapat ruju’, kalau ia
mengandung, berhak menerima kediaman, nafkah dan pakaian, selama masa
iddahnya. Kalau iya tidak mengandung, hanya berhak menerima makanan dan
pakaian.
Yang dalam iddah wafat mereka tidak mempunyai hak sama sekali meskipun
ia mengandung, karena ia dan anak dalam kandungannya telah mendapat hak
pusaka dari suaminya.
Ruju’
Pengertian Ruju
Ruju ialah suami kembali kepada istrinya yang telah dicerai ( bukan
talak ba’in ), yang masih dalam masa iddah kepada nikah asal yang
sebelum diceraikan dalam waktu tertentu.
Suami meruju kepada istrinya selama masa iddah yang boleh di ruju.
Rukun Ruju
Suami yang meruju’.
Istri yang di ruju’.
Ucapan yang menyatakan ruju’ (shighat)
Saksi .
Menurut Al-Quran dalam surah ath-thalaq ayat 2, bahwa saksi dalam Ruju itu diperlukan sebagaimana dinyatakan :
………
“apabila mereka telah mendekati akhir iddahnya, Maka rujukilah mereka
dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah
dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu dan hendaklah kamu
tegakkan kesaksian itu karena Allah”.
Menurut sebagian ulama berpendapat bahwa ruju itu tidak perlu dengan saksi. Alasan mereka berdasarkan firman allah SWT berikut:
………….
“ dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu”
SYARAT-SYARAT RUJU‘
Suami:
Hendaklah seorang yang berakal.
Baligh.
Dengan kehendak dan kerelaan sendiri bukan paksaan daripada sesiapa.
Tidak murtad.
Isteri:
Hendaklah yang sudah dicampuri.
Mestilah yang diceraikan dengan talaq raj‘iyy. Bukan dengan perceraian secara fasakh, khul‘ dan juga talaq tiga.
Hendaklah ditentukan orangnya jika suami berkahwin lebih daripada satu dan telah menceraikan beberapa orang isterinya.
Hendaklah tidak dihadkan kepada sesuatu masa dan waktu. Tidak sah ruju‘ dalam masa yang tertentu sahaja.
Tidak bergantung kepada sesuatu syarat. Ruju‘ disyari‘atkan adalah
bertujuan untuk membolehkan suami isteri yang telah bercerai dengan
talaq raj‘iyy meneruskan kembali ikatan perkahwinan mereka yang telah
terputus dengan syarat isteri masih lagi dalam ‘iddah. Tetapi perlu
diingat bahawa ruju‘ hendaklah dengan tujuan untuk berdamai bukan kerana
ingin menyakiti, menganiaya isteri dan sebagainya.
Hukum Rujuk
Wajib apabila Suami yang menceraikan salah seorang isteri-isterinya dan
dia belum menyempurnakan pembahagian giliran terhadap isteri yang
diceraikan itu.
Haram Apabila rujuk itu menjadi sebab mendatangkan kemudaratan kepada isteri tersebut.
Makruh Apabila perceraian itu lebih baik diteruskan daripada rujuk.
Makruh Apabila perceraian itu lebih baik diteruskan daripada rujuk.
Sunat Sekiranya mendatangkan kebaikan.
Syarat-syarat sah kawin semula selepas talak tiga ialah:
selesai iddah dari suami pertama.
bekas isteri berkawin dengan lelaki lain.
suami kedua sudah melakukan persetubuhan dengannya.
bercerai dengan suami kedua, fasakh, atau mati (habis iddah)
Setelah tamat iddahnya, suami pertama boleh kembali bekas isterinya itu
dengan akad nikah yang baru mengikut syarat-syarat dan rukun-rukun nikah
yang ditetapkan
Rujuk secara bengurau dianggap sah walaupun dilakukan secara main-main dan tanpa saksi.
Hikmat rujuk
Dapat menyambung semula hubungan suami isteri untuk kepentingan kerukunan numah tangga.
Membolehkan seseorang berusaha untuk rujuk meskipun telah berlaku perceraian.
Dapat menimbulkan kesadaran untuk lebih bertanggungjawab dalam soal rumahtangga.
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Thalak adalah melepaskan ikatan nikah dari suami dengan mengucapkan
lafaz tertentu, misalnya suami mengatakan kepada isterinya; “saya thalak
engkau”, dengan ucapan tersebut lepaslah ikatan pernikahan dan
terjadilah perceraian. Thalak menurut hukum asalnya adalah makruh,
karena talak merupakan perbuatan yang halal tetapi paling tidak disukai
oleh Allah SWT
Iddah berarti sejumlah waktu ( hari ) untuk menunggu bagi perempuan dan
tidak boleh untuk menikah setelah wafat suaminya atau berpisah denganya.
Dikalangan para ulama fiqh terdapat banyak pendapat dalam memberikan
pengertian iddah. Menurut ulama Hanafiah, iddah berarti saat-saat
tertentu menurut syara’ untuk menyelesaikan hal-hal yang terkait dengan
perkawinan. dengan kata lain saat menunggu bagi wanita ketika
berpalingnya perkawinan atau yang serupa. Sedangkan menurut ulama
jumhur, Iddah berarti saat menunggu bagi perempuan (istri) untuk
mengetahui kekosongan rahimnya, atau untuk beribadah, atau keadaan
bersedih-berduka cita terhadap perkawinanya, yang berakhir.
Rujuk dan segi bahasa kembali atau pulang. Dari segi istilah hukum
syarak rujuk bermaksud mengembalikan perempuan kepada nikah selepas
perceraian kurang daripada tiga kali dalam masa idah dengan
syarat-syarat tertentu.
Saran
Semoga dengan selesainya makalah ini bisa dijadikan salah satu referensi
sebagai suatu pengetahuan kepada pembaca sekalian utamanya penyusun,
semoga dengan adanya makalah ini bias member manfaat bagi kita semua.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Rahman Al-Ghazali. 2010. Fiqih munakahat. Jakarta: Kencana
Abdullah Yusup daghfaq. 1991. Wanita Berpisahlah ke Rumah Tangga. Jakarta: Gema Insan Press
Abu Bakr, Taqiy Al-Din, bin Muhammad. Kifayatul Akhyar. Damaskus. Tth, Juz 2
Djamaan NU. 1993. Fiqih Munakahat. Semarang: Dina Utama (Toha Putra Grup)
H.M.A Tihami, dan Sobari Sahrani. 2010. Fikih Munakahat. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Moh Rifa’i. 1978. Fikih Islam Lengkap. Semarang: PT. Karya Toha Putra
Sidi Gazlab. 1975. Menghadapi soal-soal perkawinan. Jakarta: Pustaka Antara
Slamet Abidin, dan Aminnudin. 1999. Fikih Munakahat. Bandung: CV Pustaka Setia
Yusuf Abdullah. 1991. Daghlaq, Wanita Berpisah Kerumah Tangga. Jakarta: Gema Insan Press
Zakiah Drajat. 1885. Ilmu Fikih. Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf
http://deltapapa.wordpress.com/2008/04/15/talak-dan-cerai/
http://newrupa.blogspot.com/2011/02/pengertian-iddah.html