HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTERI
Kewajiban
Isteri / Hak Suami
Di antara kewajiban isteri terhadap suaminya adalah:
Taat
kepada suami
Isteri
berkewajiban untuk mentaati segala perintah suami dengan catatan selama
perintah suami itu tidak mengajak kepada perbuatan maksiat kepada Allah dan
selama perbuatan tersebut sesuai dengan kemampuan isteri. Apabila perintah
tersebut mengajak berbuat maksiat kepada Allah, misalnya meminta isteri agar
diijinkan untuk mendukhulnya dari duburnya, maka si isteri tidak boleh
menta'atinya. Dalil kewajiban isteri untuk mentaati perintah dan kemauan suami
yang artinya :
Artinya: "Dari Husain bin Muhshain dari bibinya berkata:
"Saya datang menemui Rasulullahsaw. Beliau lalu bertanya: "Apakah
kamu mempunyai suami?" Saya menjawab: "Ya". Rasulullah saw
bertanya kembali: "Apa yang kamu lakukan terhadapnya?" Saya menjawab:
"Saya tidak begitu mempedulikannya, kecuali untuk hal-hal yang memang saya
membutuhkannya". Rasulullah saw bersabda kembali: "Bagaimana kamu
dapat berbuat seperti itu, sementara suami kamu itu adalah yang menentukan kamu
masuk ke surga atau ke neraka" (HR. Imam Nasai, Hakim, Ahmad dengan Hadis
Hasan).
Namun dengan
catatan selama perintahnya itu bukan untuk berbuat maksiat kepada Allah.
Apabila ia menyuruh bermaksiat kepadaNya, maka istri tidak boleh mentaatinya.
Hal ini didasarkan kepada dalil berikut ini yang artinya :
Artinya: "Rasulullah saw bersabda: "Tidak ada kewajiban
taat dalam berbuat maksiat kepada Allah. Kewajiban taat itu hanyalah untuk
perbuatan yang baik" (HR. Bukhari Muslim).
Berdiam
diri di rumah, tidak keluar rumah kecuali dengan idzin suami.
Allah berfirman
:
Artinyan: dan hendaklah kamu
tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti
orang-orang Jahiliyah yang dahulu. (QS. Al-Ahzab: 33).
Dalam hal ini
Imam Ibn Taimiyyah dalam bukunya Majmu al-Fatawa mengatakan:
Artinya: "Seorang isteri haram untuk keluar dari rumahnya
kecuali ada idzin dari suaminya. Apabila ia keluar rumah tanpa ada idzin dari
suaminya, maka isteri tersebut sudah dipandang sebagai isteri yang berbuat
nusyuz, berdosa kepada Allah dan rasulNya serta ia berhak untuk mendapatkan
hukuman".
3.
Ta'at
dan tidak menolak apabila diajak berhubungan badan.
Dalam sebuah hadist mengatakan :
Artinya: "Dari Abu Hurairah, Rasulullah saw bersabda:
"Apabila suami meminta isterinya untuk berhubungan badan, lalu isterinya
itu menolak dan enggan, maka ia akan dilaknat oleh para malaikat sampai pagi hari
tiba" (HR. Bukhari Muslim).
4.
Tidak
mengijinkan orang lain masuk ke rumah, kecuali ada idzin dan ada keridhaan dari
suami.
Seorang isteri
dilarang memasukkan ke dalam rumah laki-laki lain sekalipun laki-laki itu
adalah temannya sendiri ketika kuliah, atau saudara jauhnya selama dapat
diperkirakan bahwa si suami tidak akan menyukainya dan demi untuk menghindari
fitnah. Namun, apabila adik atau kakak si isteri atau orang lainnya yang
diperkirakan si suami akan merelakan dan meridhainya, maka tentu hal demikian
diperbolehkan. Hal ini didasrkan kepada salah satu hadits berikut ini yang artinya :
Artinya: "Rasulullah saw bersabda: "Seorang isteri
dilarang mengijinkan orang lain masuk ke dalam rumahnya kecuali ada idzin dari
suaminya" (HR. Muslim).
5.
Dilarang
melakukan puasa sunnat ketika si suami ada kecuali ada idzinnya.
Apabila si
isteri hendak melakukan puasa sunnat ketika suaminya ada, maka ia harus meminta
idzin terlebih dahulu kepada suaminya. Hal ini dikhawatirkan ketika si isteri
berpuasa,lalu si suami meminta untuk berhubungan badan, tentu si isteri tidak
dapat memenuhinya karena ia sedang berpuasa. Hal lain, umumnya orang yang
berpuasa itu lemas dan kurang optimal dalam melayani suaminya. Untuk itu, si
isteri harus meminta idzin terlebih dahulu kepada suaminya manakala ia
bermaksud untuk melakukan puasa agar si suami mengetahui ketika pelayanan si
isteri kurang optimal nanti. Mengapa dilarang melakukan puasa sunnat kecuali
ada idzin dari suaminya? Karena hokum melakukan puasa sunnat adalah sunnat
saja, sementara taat kepada suami hukumnya adalah wajib. Tentu yang wajib harus
lebih didahulukan daripada yang hukumnya sunnat.
Rosulullah
bersabda yang artinya :
Artinya: "Rasulullah saw bersabda: "Haram bagi seorang
isteri melakukan puasa sunnat ketika suaminya ada kecuali dengan idzinnya.
Demikian juga seorang isteri tidak boleh mengidzinkan orang lain memasuki
rumahnya kecuali ada idzinnya" (HR. Bukhari).
6.
Tidak
menginfakkan sesuatu hartanya kecuali ada idzin dari suami.
Apabila si
isteri bermaksud untuk infak dengan harta dari si suami, maka ia terlebih
dahulu harus meminta ijin dari suaminya. Demikian juga, apabila ia bermaksud
memberikan sesuatu kepada adik-adiknya atau keluarganya, maka ia harus meminta
ijin terlebih dahulu. Mengapa? Karena dalam ajaran Islam, harta yang diusahakan
oleh si suami adalah milik si suami. Sementara kewajiban si suami, bukan semata
kepada isterinya, akan tetapi juga kepada keluarganya (ibunya, adiknya dan
lainnya). Untuk itu, pemberian apapun yang akan dilakukan oleh si isteri, harus
meminta ijinnya terlebih dahulu. Hal ini didasarkan kepada hadits berikut ini
yang artinya :
Artinya: "Rasulullah saw bersabda: "Seorang isteri tidak
boleh menginfakkan sebagian harta suami kecuali ada idzinnya" (HR. Abu
Dawud, Turmudzi, Ibn Majah dengan sanad Hasan).
7.
Menjaga
kehormata dirinya, menjaga putra putrinya juga harta suaminya ketika si suami
sedang tidak di rumah.
Hal ini
berdasarkan firman Allah berikut ini:
4
àM»ysÎ=»¢Á9$$sù
ìM»tGÏZ»s% ×M»sàÏÿ»ym É=øtóù=Ïj9
$yJÎ/
xáÏÿym ª!$#
Artinya: "Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat
kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah
telah memelihara (mereka)" (An-Nisa: 34).
Dan
Rosulullah bersabda yang artinya :
Artinya: "Rasulullah saw pernah ditanya tentang isteri yang
baik. Beliau menjawab: "Apabila diperintah, ia selalu taat, apabila
dipandang menyenangkan, dan ia selalu menjaga diri dan harta suami (manakala
suaminya tidak ada)" (HR. Nasa'i).
8.
Mensyukuri
pemberian suami, selalu merasa cukup dan melayani suami dengan baik.
Hal ini
didasarkan kepada hadits berikut ini:
Artinya:
"Abdullah bin Amr berkata, Rasulullah saw bersabda: "Allah tidak akan
memperhatikan seorang isteri yang tidak pernah mensyukuri pemberian suaminya ,
juga tidak pernah merasa cukup dengan apa yang diberikan suaminya
kepadanya" (HR. Nasai).
Artinya: "Rasulullah saw bersabda: "…Lalu diperlihatkan
kepada saya neraka, dan saya tidak pernah melihatnya seperti yang saya lihat
hari ini. Ternyata kebanyakan penghuninya adalah para wanita". Para
sahabat bertanya: "Mengapa ya Rasulullah saw?" Rasulullah saw
menjawab: "Karena mereka berbuat dosa sebelum mereka berbuat dosa kepada
Allah. Mereka banyakberdosa kepada suaminya, dan banyak meninggalkan kebaikan" (HR. Bukhari Muslim).
9.
Berdandan
dan mempercantik diri di hadapan suami.
Rosulullah bersabda :
Artinya: "Rasulullah saw pernah ditanya tentang isteri yang
baik. Beliau menjawab: "Apabila diperintah, ia selalu taat, apabila
dipandang menyenangkan, dan ia selalu menjaga diri dan harta suami (manakala
suaminya tidak ada)" (HR. Nasa'i).
10.Tidak berbuat sesuatu yang dapat menyakiti dan tidak disukai oleh
suami
Rasulullah bersabda :
Artinya: Rasulullah saw bersabda: "Tidak ada seorang isteri
pun yang menyakiti suaminya di dunia, kecuali isterinya dari bidadari surga
akan berkata: "Janganlah kamu menyakitinya, Allah akan membinasakan kamu.
Dia itu adalah simpanan bagi kamu kelak yang hamper saja ia berpindah kepada
kami" (HR. Turmudzi, Ibn Majah dengan sanad Hasan).
11.Harus menjaga kelanggengan rumah tangga dan tidak boleh meminta
talak tanpa ada alasan syar'i yang jelas.
Artinya: "Rasulullah saw bersabda: "Wanita mana saja yang
meminta untuk ditalak kepada suaminya tanpa ada alasan yang jelas, maka haram
baginya untuk mencium baunya surga" (HR. Turmudzi, Abu Dawud dan Ibn
Majah).
12.Berkabung selama empat bulan sepuluh hari ketika suaminya
meninggal.
Bagi wanita
yang ditinggal mati oleh suaminya, ia tidak boleh berhias, berdandan , menikah
lagi, juga tidak menerima pinangan laki-laki lain yang menggunakan kata-kata yang
jelas (tapi boleh menerima pinangan yang diucapkan dengan kata-kata
sindirian=lihat kembali makalah mengenai meminang) sebelum habis masa iddahnya
(masa menunggunya) selama empat bulan sepuluh hari (130 hari). Apabila masa
iddah empat bulan sepuluh hari telah habis, maka ia boleh berhias, berdandan
dan menikah lagi dengan laki-laki lainnya. Hal ini didasarkan kepada firman
Allah swt
Artinya: "Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan
meninggalkan istri-istri (hendaklah para istri itu) menangguhkan dirinya
(ber'iddah) empat bulan sepuluh hari. Kemudian apabila telah habis 'iddahnya,
maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri
mereka menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu perbuat" (QS.
Al-Baqarah: 234).
Kewajiban Suami / Hak Isteri
Kewajiban Suami / Hak Isteri
Di antara kewajiban suami atau hak isteri adalah:
1.
Membayar
mahar / mas kawin.
2.
Memperlakukan
dan menggauli isteri sebaik mungkin.
Memperlakukan
isteri dengan baik di antaranya dapat berwujud dengan tidak menyakitinya,
memperlakukannya sebagai mitra, teman bukan sebagai pembantu, memberikan semua
hak-haknya menurut kemampuan dan lainnya. Hal ini didasarkan kepada firman
Allah swt
Artinya: "Dan bergaullah dengan mereka (isteri-isteri) secara
patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin
kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang
banyak" (QS. An-Nisa: 19).
3.
Memberikan
nafkah, pakaian dan rumah / tempat tinggal dengan layak dan baik.
Yang dimaksud
dengan nafkah di sini adalah nafkah yang diberikan oleh suami
untuk isteri dan anak-anaknya berupa makanan, pakaian, tempat
tinggal dan lainnya
menurut ukuran yang layak berdasarkan kemampuan suami. Memberikan
nafkah kepada
isteri dan anak-anak wajib hukumnya, hal ini didasarkan kepada
firman Allah
Artinya: "Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada
para ibu dengan cara makruf" (QS. Al-Baqarah: 233).
4.
Mengajarkan kepada isterinya pengajaran-pengajaran agama
dan mengajaknya
untuk berbuat taat.
Kewajiban suami lainnya adalah mendidik isteri dalam beragama
dan ketaatan. Hal
ini dimaksudkan karena dalam ajaran Islam, berumah tangga dalam
Islam bukan semata
untuk di kehidupan dunia, akan tetapi juga untuk di akhirat
kelak. Apabila bekal untuk
mengarungi kehidupan dunia berupa harta dan kekayaan, maka untuk
menghadapi akhirat
kelak adalah amal kebaikan dan ibadah. Untuk itu, selaku
pemimpin rumah tangga, suami
harus bertanggung jawab kepada keduanya.
Apabila si suami sibuk dengan pekerjaanya sehingga tidak
mempunyai waktu
cukup untuk mengajarkan agama kepada keluarganya, atau si suami
sendiri merasa kurang
dengan persoalan-persoalan agama, maka ia boleh menyewa orang
lain (tentu sebaiknya
gurunya adalah perempuan juga) untuk menjadi guru agama
isterinya. Demikian juga untuk
putra putrinya. Hal ini didasarkan kepada firman Allah berikut
ini:
Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu
dan keluargamu dari api
neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya
malaikat-malaikat yang
kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang
diperintahkan-Nya kepada
mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan" (QS.
At-Tahrim: 6).
5.
Tidak memperpanjang kesalahan isteri selama kesalahannya
itu tidak menyangkut
syariat.
Tidak ada manusia yang sempurna. Semua tentu ada kekuarangan dan
kelebihan.
Demikian juga dengan pasangan suami isteri. Apabila di kemudian
hari si suami mendapati
isterinya tidak sesuai dengan apa yang diharapkannya atau
berbuat kesalahan, maka suami
hendaknya tidak mempersoalkan hal itu dan tidak
memperpanjangnya. Karena, sekali lagi
selama ia manusia, maka ia tidak akan pernah sempurna. Kecuali
apabila persoalan dan
kesalahan isteri tersebut menyangkut masalah agama, misalnya
apabila si isteri tidak
pernah shalat wajib, sering bolong melakukan puasa Ramadhan,
maka suami berkewajiban
untuk menasihati dan mempersoalkannya. Dalam hal ini Rasulullah
saw bersabda:
Artinya: Rasulullah saw bersabda: "Seorang mukmin tidak
boleh membenci seorang wanita
mu'min. Apabila ia membenci salah satu perangai dan
perbuatannya, namun ia tetap akan
suka dan rela dengan perangai dan hal lainnya" (HR. Muslim)
6. Tidak menyakitinya dengan jalan
tidak memukulnya di wajahnya atau menjelekjelekannya.
Dalam ajaran Islam memang suami diperbolehkan untuk memukul
isterinya
manakala isterinya itu tidak taat, atau berbuat nusyuz (nusyuz
adalah isteri meninggalkan
kewajibannya kepada suaminya. Termasuk nusyuz,
isteri yang keluar rumah tanpa idzin
dari suaminya) dengan catatan tidak di muka dan tidak
menimbulkan bekas dari
pukulannya itu. Dalil, bolehnya suami memukul isterinya yang
tidak taat adalah firmanNya
Artinya: "Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya,
maka nasehatilah mereka dan
pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka.
Kemudian jika mereka
mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk
menyusahkannya.
Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar" (QS.
An-Nisa: 34).
Dari ayat di atas, paling tidak ada tiga batasan mengenai
bolehnya suami memukul
isterinya:
1. Setelah sebelumnya si suami melalui dua tahap yakni
menasehatinya dan pindah
ranjang. Artinya, apabila setelah dinasehati dan pindah ranjang,
si isteri tetap tidak
berubah dan tetap melakukan nusyuz, maka suami boleh memukulnya.
2. Pukulannya bersifat untuk mendidik dan memberikan pelajaran
karena itu tidak boleh
yang berbekas dan berakibat fatal (ghair mubarrah), tidak boleh yang menimbulkan
tulang pecah atau mengganggu jiwa si isteri.
3. Apabila si isteri telah taat dan tidak berbuat nusyuz lagi,
maka suami tidak boleh
memukulnya.
7.
Tidak boleh mencuekkan, meninggalkan dan membiarkan
isterinya kecuali di
rumah.
Apabila si isteri berbuat nusyuz, atau berbuat sesuatu yang
menyimpang, maka
suami boleh mencuekkan, tidak mendekatinya, dengan jalan pindah
kamar atau pindah
kasur selama itu di dalam rumah sendiri. Hal ini sebagaimana
sabda Rasulullah saw:
Artinya: "Mu'awiyah al-Qusyairi berkata: "Saya
bertanya kepada Rasulullah saw: "Wahai
Rasulullah saw, apa hak isteri kami itu?" Rasulullah saw
menjawab: "Memberi makannya
apabila kamu makan, memberi pakaian apabila kamu berpakaian,
tidak boleh memukul
muka, jangan menjelekannya, dan jangan kamu pergi menjauhinya
kecuali di dalam rumah
saja" (HR. Ab Dawud, Ibn Majah, Ahmad
dan Nasai).
8.
Suami wajib dandan dan tampil prima di hadapan isterinya
sebagaimana si isteri
wajib dandan, berhias dan tampil prima di hadapan
suaminya.
Di antara hal sangat penting yang jarang sekali diperhatikan
oleh pasangan suami
isteri adalah tampil prima dan dandan. Umumnya, suami atau
isteri tampil bersih dan rapi
juga berdandan manakala hendak menghadiri undangan, menghadiri
pengocokan arisan
atau kegiatan darmawanita serta lainnya, sementara ketika di
hadapan suami atau isterinya
ia tampil kotor, bau, dan apa adanya. Inilah di antara penyebab
kuat seringkali terjadinya
perselisihan keluarga atau yang seringkali menyebabkan
pasangannya mencari "pasangan"
baru yang lebih rapih dan ganteng, cantik. Oleh karena itu,
kewajiban suami juga isteri
adalah dandan dan tampil rapih di hadapan pasangannya. Dalam hal
ini perhatikan
perkataan Ibn Abbas berikut ini yang artinya :
Artinya: "Ibnu Abbas berkata: "Sesungguhnya saya
betul-betul senang berdandan dan
berhias di depan isteri sebagaimana saya suka isteri saya dandan
di hadapan saya. Hal ini
karena Allah berfirman: " Dan para wanita mempunyai hak
yang seimbang dengan
kewajibannya menurut cara yang makruf"" (HR. Thabari
dan Ibn Abi Syaibah dengan
sanad yang Shahih).
9.
Berbaik sangka kepada isteri.
Di antara kewajiban suami lainnya adalah berbaik sangka kepada
isteri manakala
timbul masalah atau sesuatu yang tidak dikehendaki. Baik sangka
ini sangat diperlukan
mengingat saling berbaik sangka dan saling percaya adalah kunci
kelanggengan rumah
tangga. Perhatikan firman Allah
Artinya: "Mengapa di waktu kamu mendengar berita bohong itu
orang-orang mukminin
dan mukminat tidak bersangka baik terhadap diri mereka sendiri,
dan (mengapa tidak)
berkata: "Ini adalah suatu berita bohong yang
nyata."(QS. An-Nur: 12).
Hak Bersama Antara Suami Isteri
Berikut ini ada beberapa hak bersama yang harus didapatkan baik
oleh suami maupun oleh
isteri. Hak-hak dimaksud adalah:
1. Halalnya untuk berhubungan badan. Baik suami isteri berhak
mendapatkan kenikmatan
berhubungan badan. Oleh karena itu, suami boleh meminta
pasangannya untuk melayaninya,
demikian juga si isteri berhak meminta suaminya untuk melayani
"tidur" nya.
2. Masing-masing berhak mendapatkan warits. Apabila salah satu
pasangannya meninggal, maka
pasangan lainnya berhak mendapatkan harta waritasan dari
pasangannya yang meninggal
tersebut.
3. Masing-masing berhak untuk diperlakukan dengan baik dan
benar.
4. Keduanya menjadi haram untuk menikahi kerabat masing-masing
sebagaimana telah
dijelaskan dalam makalah sebelumnya mengenai wanita-wanita yang
haram dinikahi, lantaran
perkawinan (al-mushaharah). Misalnya, dengan menikahnya laki-laki dan perempuan, maka
si suami haram untuk menikahi adik isterinya selama isterinya
masih hidup dan keduanya
masih menikah. Demikian juga, ia haram untuk menikahi
mertuanya—untuk lebih jelasnya,
lihat kembali makalah sebelumnya seputar
masalah wanita yang haram dinikahi.