http://mahasiswacerdasdankreatif.blogspot.com

Selasa, 06 Januari 2015

HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTERI

HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTERI



Kewajiban Isteri / Hak Suami
Di antara kewajiban isteri terhadap suaminya adalah:
Taat kepada suami
Isteri berkewajiban untuk mentaati segala perintah suami dengan catatan selama perintah suami itu tidak mengajak kepada perbuatan maksiat kepada Allah dan selama perbuatan tersebut sesuai dengan kemampuan isteri. Apabila perintah tersebut mengajak berbuat maksiat kepada Allah, misalnya meminta isteri agar diijinkan untuk mendukhulnya dari duburnya, maka si isteri tidak boleh menta'atinya. Dalil kewajiban isteri untuk mentaati perintah dan kemauan suami yang artinya :
Artinya: "Dari Husain bin Muhshain dari bibinya berkata: "Saya datang menemui Rasulullahsaw. Beliau lalu bertanya: "Apakah kamu mempunyai suami?" Saya menjawab: "Ya". Rasulullah saw bertanya kembali: "Apa yang kamu lakukan terhadapnya?" Saya menjawab: "Saya tidak begitu mempedulikannya, kecuali untuk hal-hal yang memang saya membutuhkannya". Rasulullah saw bersabda kembali: "Bagaimana kamu dapat berbuat seperti itu, sementara suami kamu itu adalah yang menentukan kamu masuk ke surga atau ke neraka" (HR. Imam Nasai, Hakim, Ahmad dengan Hadis Hasan).
Namun dengan catatan selama perintahnya itu bukan untuk berbuat maksiat kepada Allah. Apabila ia menyuruh bermaksiat kepadaNya, maka istri tidak boleh mentaatinya. Hal ini didasarkan kepada dalil berikut ini yang artinya :
Artinya: "Rasulullah saw bersabda: "Tidak ada kewajiban taat dalam berbuat maksiat kepada Allah. Kewajiban taat itu hanyalah untuk perbuatan yang baik" (HR. Bukhari Muslim).
Berdiam diri di rumah, tidak keluar rumah kecuali dengan idzin suami.
Allah berfirman :

Artinyan:  dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu. (QS. Al-Ahzab: 33).
Dalam hal ini Imam Ibn Taimiyyah dalam bukunya Majmu al-Fatawa mengatakan:
Artinya: "Seorang isteri haram untuk keluar dari rumahnya kecuali ada idzin dari suaminya. Apabila ia keluar rumah tanpa ada idzin dari suaminya, maka isteri tersebut sudah dipandang sebagai isteri yang berbuat nusyuz, berdosa kepada Allah dan rasulNya serta ia berhak untuk mendapatkan hukuman".
3.    Ta'at dan tidak menolak apabila diajak berhubungan badan.
Dalam sebuah hadist mengatakan :
Artinya: "Dari Abu Hurairah, Rasulullah saw bersabda: "Apabila suami meminta isterinya untuk berhubungan badan, lalu isterinya itu menolak dan enggan, maka ia akan dilaknat oleh para malaikat sampai pagi hari tiba" (HR. Bukhari Muslim).
4.    Tidak mengijinkan orang lain masuk ke rumah, kecuali ada idzin dan ada keridhaan dari suami.
Seorang isteri dilarang memasukkan ke dalam rumah laki-laki lain sekalipun laki-laki itu adalah temannya sendiri ketika kuliah, atau saudara jauhnya selama dapat diperkirakan bahwa si suami tidak akan menyukainya dan demi untuk menghindari fitnah. Namun, apabila adik atau kakak si isteri atau orang lainnya yang diperkirakan si suami akan merelakan dan meridhainya, maka tentu hal demikian diperbolehkan. Hal ini didasrkan kepada salah satu hadits berikut ini  yang artinya :
Artinya: "Rasulullah saw bersabda: "Seorang isteri dilarang mengijinkan orang lain masuk ke dalam rumahnya kecuali ada idzin dari suaminya" (HR. Muslim).
5.    Dilarang melakukan puasa sunnat ketika si suami ada kecuali ada idzinnya.
Apabila si isteri hendak melakukan puasa sunnat ketika suaminya ada, maka ia harus meminta idzin terlebih dahulu kepada suaminya. Hal ini dikhawatirkan ketika si isteri berpuasa,lalu si suami meminta untuk berhubungan badan, tentu si isteri tidak dapat memenuhinya karena ia sedang berpuasa. Hal lain, umumnya orang yang berpuasa itu lemas dan kurang optimal dalam melayani suaminya. Untuk itu, si isteri harus meminta idzin terlebih dahulu kepada suaminya manakala ia bermaksud untuk melakukan puasa agar si suami mengetahui ketika pelayanan si isteri kurang optimal nanti. Mengapa dilarang melakukan puasa sunnat kecuali ada idzin dari suaminya? Karena hokum melakukan puasa sunnat adalah sunnat saja, sementara taat kepada suami hukumnya adalah wajib. Tentu yang wajib harus lebih didahulukan daripada yang hukumnya sunnat.
Rosulullah bersabda yang artinya :
Artinya: "Rasulullah saw bersabda: "Haram bagi seorang isteri melakukan puasa sunnat ketika suaminya ada kecuali dengan idzinnya. Demikian juga seorang isteri tidak boleh mengidzinkan orang lain memasuki rumahnya kecuali ada idzinnya" (HR. Bukhari).

6.    Tidak menginfakkan sesuatu hartanya kecuali ada idzin dari suami.
Apabila si isteri bermaksud untuk infak dengan harta dari si suami, maka ia terlebih dahulu harus meminta ijin dari suaminya. Demikian juga, apabila ia bermaksud memberikan sesuatu kepada adik-adiknya atau keluarganya, maka ia harus meminta ijin terlebih dahulu. Mengapa? Karena dalam ajaran Islam, harta yang diusahakan oleh si suami adalah milik si suami. Sementara kewajiban si suami, bukan semata kepada isterinya, akan tetapi juga kepada keluarganya (ibunya, adiknya dan lainnya). Untuk itu, pemberian apapun yang akan dilakukan oleh si isteri, harus meminta ijinnya terlebih dahulu. Hal ini didasarkan kepada hadits berikut ini yang artinya :
Artinya: "Rasulullah saw bersabda: "Seorang isteri tidak boleh menginfakkan sebagian harta suami kecuali ada idzinnya" (HR. Abu Dawud, Turmudzi, Ibn Majah dengan sanad Hasan).
7.    Menjaga kehormata dirinya, menjaga putra putrinya juga harta suaminya ketika si suami sedang tidak di rumah.
Hal ini berdasarkan firman Allah berikut ini:
4 àM»ysÎ=»¢Á9$$sù ìM»tGÏZ»s% ×M»sàÏÿ»ym É=øtóù=Ïj9 $yJÎ/ xáÏÿym ª!$#
Artinya: "Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka)" (An-Nisa: 34).
Dan Rosulullah bersabda yang artinya :
Artinya: "Rasulullah saw pernah ditanya tentang isteri yang baik. Beliau menjawab: "Apabila diperintah, ia selalu taat, apabila dipandang menyenangkan, dan ia selalu menjaga diri dan harta suami (manakala suaminya tidak ada)" (HR. Nasa'i).
8.    Mensyukuri pemberian suami, selalu merasa cukup dan melayani suami dengan baik.
Hal ini didasarkan kepada hadits berikut ini:
Artinya: "Abdullah bin Amr berkata, Rasulullah saw bersabda: "Allah tidak akan memperhatikan seorang isteri yang tidak pernah mensyukuri pemberian suaminya , juga tidak pernah merasa cukup dengan apa yang diberikan suaminya kepadanya" (HR. Nasai).
Artinya: "Rasulullah saw bersabda: "…Lalu diperlihatkan kepada saya neraka, dan saya tidak pernah melihatnya seperti yang saya lihat hari ini. Ternyata kebanyakan penghuninya adalah para wanita". Para sahabat bertanya: "Mengapa ya Rasulullah saw?" Rasulullah saw menjawab: "Karena mereka berbuat dosa sebelum mereka berbuat dosa kepada Allah. Mereka banyakberdosa kepada suaminya, dan banyak meninggalkan  kebaikan" (HR. Bukhari Muslim).
9.    Berdandan dan mempercantik diri di hadapan suami.
Rosulullah bersabda :
Artinya: "Rasulullah saw pernah ditanya tentang isteri yang baik. Beliau menjawab: "Apabila diperintah, ia selalu taat, apabila dipandang menyenangkan, dan ia selalu menjaga diri dan harta suami (manakala suaminya tidak ada)" (HR. Nasa'i).
10.Tidak berbuat sesuatu yang dapat menyakiti dan tidak disukai oleh suami
Rasulullah bersabda :
Artinya: Rasulullah saw bersabda: "Tidak ada seorang isteri pun yang menyakiti suaminya di dunia, kecuali isterinya dari bidadari surga akan berkata: "Janganlah kamu menyakitinya, Allah akan membinasakan kamu. Dia itu adalah simpanan bagi kamu kelak yang hamper saja ia berpindah kepada kami" (HR. Turmudzi, Ibn Majah dengan sanad Hasan).
11.Harus menjaga kelanggengan rumah tangga dan tidak boleh meminta talak tanpa ada alasan syar'i yang jelas.
Artinya: "Rasulullah saw bersabda: "Wanita mana saja yang meminta untuk ditalak kepada suaminya tanpa ada alasan yang jelas, maka haram baginya untuk mencium baunya surga" (HR. Turmudzi, Abu Dawud dan Ibn Majah).
12.Berkabung selama empat bulan sepuluh hari ketika suaminya meninggal.
Bagi wanita yang ditinggal mati oleh suaminya, ia tidak boleh berhias, berdandan , menikah lagi, juga tidak menerima pinangan laki-laki lain yang menggunakan kata-kata yang jelas (tapi boleh menerima pinangan yang diucapkan dengan kata-kata sindirian=lihat kembali makalah mengenai meminang) sebelum habis masa iddahnya (masa menunggunya) selama empat bulan sepuluh hari (130 hari). Apabila masa iddah empat bulan sepuluh hari telah habis, maka ia boleh berhias, berdandan dan menikah lagi dengan laki-laki lainnya. Hal ini didasarkan kepada firman Allah swt  
             Artinya: "Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan istri-istri (hendaklah para istri itu) menangguhkan dirinya (ber'iddah) empat bulan sepuluh hari. Kemudian apabila telah habis 'iddahnya, maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu perbuat" (QS. Al-Baqarah: 234).


  Kewajiban Suami / Hak Isteri
Di antara kewajiban suami atau hak isteri adalah:
1.    Membayar mahar / mas kawin.
2.    Memperlakukan dan menggauli isteri sebaik mungkin.
Memperlakukan isteri dengan baik di antaranya dapat berwujud dengan tidak menyakitinya, memperlakukannya sebagai mitra, teman bukan sebagai pembantu, memberikan semua hak-haknya menurut kemampuan dan lainnya. Hal ini didasarkan kepada firman Allah swt
  
Artinya: "Dan bergaullah dengan mereka (isteri-isteri) secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak" (QS. An-Nisa: 19).

3.    Memberikan nafkah, pakaian dan rumah / tempat tinggal dengan layak dan baik.
Yang dimaksud dengan nafkah di sini adalah nafkah yang diberikan oleh suami
untuk isteri dan anak-anaknya berupa makanan, pakaian, tempat tinggal dan lainnya
menurut ukuran yang layak berdasarkan kemampuan suami. Memberikan nafkah kepada
isteri dan anak-anak wajib hukumnya, hal ini didasarkan kepada firman Allah
Artinya: "Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara makruf" (QS. Al-Baqarah: 233).

4.    Mengajarkan kepada isterinya pengajaran-pengajaran agama dan mengajaknya
untuk berbuat taat.
Kewajiban suami lainnya adalah mendidik isteri dalam beragama dan ketaatan. Hal
ini dimaksudkan karena dalam ajaran Islam, berumah tangga dalam Islam bukan semata
untuk di kehidupan dunia, akan tetapi juga untuk di akhirat kelak. Apabila bekal untuk
mengarungi kehidupan dunia berupa harta dan kekayaan, maka untuk menghadapi akhirat
kelak adalah amal kebaikan dan ibadah. Untuk itu, selaku pemimpin rumah tangga, suami
harus bertanggung jawab kepada keduanya.
Apabila si suami sibuk dengan pekerjaanya sehingga tidak mempunyai waktu
cukup untuk mengajarkan agama kepada keluarganya, atau si suami sendiri merasa kurang
dengan persoalan-persoalan agama, maka ia boleh menyewa orang lain (tentu sebaiknya
gurunya adalah perempuan juga) untuk menjadi guru agama isterinya. Demikian juga untuk
putra putrinya. Hal ini didasarkan kepada firman Allah berikut ini:

Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang
kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada
mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan" (QS. At-Tahrim: 6).

5.    Tidak memperpanjang kesalahan isteri selama kesalahannya itu tidak menyangkut
syariat.
Tidak ada manusia yang sempurna. Semua tentu ada kekuarangan dan kelebihan.
Demikian juga dengan pasangan suami isteri. Apabila di kemudian hari si suami mendapati
isterinya tidak sesuai dengan apa yang diharapkannya atau berbuat kesalahan, maka suami
hendaknya tidak mempersoalkan hal itu dan tidak memperpanjangnya. Karena, sekali lagi
selama ia manusia, maka ia tidak akan pernah sempurna. Kecuali apabila persoalan dan
kesalahan isteri tersebut menyangkut masalah agama, misalnya apabila si isteri tidak
pernah shalat wajib, sering bolong melakukan puasa Ramadhan, maka suami berkewajiban
untuk menasihati dan mempersoalkannya. Dalam hal ini Rasulullah saw bersabda:
Artinya: Rasulullah saw bersabda: "Seorang mukmin tidak boleh membenci seorang wanita
mu'min. Apabila ia membenci salah satu perangai dan perbuatannya, namun ia tetap akan
suka dan rela dengan perangai dan hal lainnya" (HR. Muslim)
6.    Tidak menyakitinya dengan jalan tidak memukulnya di wajahnya atau menjelekjelekannya.
Dalam ajaran Islam memang suami diperbolehkan untuk memukul isterinya
manakala isterinya itu tidak taat, atau berbuat nusyuz (nusyuz adalah isteri meninggalkan
kewajibannya kepada suaminya. Termasuk nusyuz, isteri yang keluar rumah tanpa idzin
dari suaminya) dengan catatan tidak di muka dan tidak menimbulkan bekas dari
pukulannya itu. Dalil, bolehnya suami memukul isterinya yang tidak taat adalah firmanNya
Artinya: "Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan
pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka
mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya.
Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar" (QS. An-Nisa: 34).
Dari ayat di atas, paling tidak ada tiga batasan mengenai bolehnya suami memukul
isterinya:
1. Setelah sebelumnya si suami melalui dua tahap yakni menasehatinya dan pindah
ranjang. Artinya, apabila setelah dinasehati dan pindah ranjang, si isteri tetap tidak
berubah dan tetap melakukan nusyuz, maka suami boleh memukulnya.
2. Pukulannya bersifat untuk mendidik dan memberikan pelajaran karena itu tidak boleh
yang berbekas dan berakibat fatal (ghair mubarrah), tidak boleh yang menimbulkan
tulang pecah atau mengganggu jiwa si isteri.
3. Apabila si isteri telah taat dan tidak berbuat nusyuz lagi, maka suami tidak boleh
memukulnya.
7.      Tidak boleh mencuekkan, meninggalkan dan membiarkan isterinya kecuali di
rumah.
Apabila si isteri berbuat nusyuz, atau berbuat sesuatu yang menyimpang, maka
suami boleh mencuekkan, tidak mendekatinya, dengan jalan pindah kamar atau pindah
kasur selama itu di dalam rumah sendiri. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah saw:

Artinya: "Mu'awiyah al-Qusyairi berkata: "Saya bertanya kepada Rasulullah saw: "Wahai
Rasulullah saw, apa hak isteri kami itu?" Rasulullah saw menjawab: "Memberi makannya
apabila kamu makan, memberi pakaian apabila kamu berpakaian, tidak boleh memukul
muka, jangan menjelekannya, dan jangan kamu pergi menjauhinya kecuali di dalam rumah
saja" (HR. Ab Dawud, Ibn Majah, Ahmad dan Nasai).
8.      Suami wajib dandan dan tampil prima di hadapan isterinya sebagaimana si isteri
wajib dandan, berhias dan tampil prima di hadapan suaminya.
Di antara hal sangat penting yang jarang sekali diperhatikan oleh pasangan suami
isteri adalah tampil prima dan dandan. Umumnya, suami atau isteri tampil bersih dan rapi
juga berdandan manakala hendak menghadiri undangan, menghadiri pengocokan arisan
atau kegiatan darmawanita serta lainnya, sementara ketika di hadapan suami atau isterinya
ia tampil kotor, bau, dan apa adanya. Inilah di antara penyebab kuat seringkali terjadinya
perselisihan keluarga atau yang seringkali menyebabkan pasangannya mencari "pasangan"
baru yang lebih rapih dan ganteng, cantik. Oleh karena itu, kewajiban suami juga isteri
adalah dandan dan tampil rapih di hadapan pasangannya. Dalam hal ini perhatikan
perkataan Ibn Abbas berikut ini yang artinya :
Artinya: "Ibnu Abbas berkata: "Sesungguhnya saya betul-betul senang berdandan dan
berhias di depan isteri sebagaimana saya suka isteri saya dandan di hadapan saya. Hal ini
karena Allah berfirman: " Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan
kewajibannya menurut cara yang makruf"" (HR. Thabari dan Ibn Abi Syaibah dengan
sanad yang Shahih).
9.      Berbaik sangka kepada isteri.
Di antara kewajiban suami lainnya adalah berbaik sangka kepada isteri manakala
timbul masalah atau sesuatu yang tidak dikehendaki. Baik sangka ini sangat diperlukan
mengingat saling berbaik sangka dan saling percaya adalah kunci kelanggengan rumah
tangga. Perhatikan firman Allah
Artinya: "Mengapa di waktu kamu mendengar berita bohong itu orang-orang mukminin
dan mukminat tidak bersangka baik terhadap diri mereka sendiri, dan (mengapa tidak)
berkata: "Ini adalah suatu berita bohong yang nyata."(QS. An-Nur: 12).
Hak Bersama Antara Suami Isteri
Berikut ini ada beberapa hak bersama yang harus didapatkan baik oleh suami maupun oleh
isteri. Hak-hak dimaksud adalah:
1. Halalnya untuk berhubungan badan. Baik suami isteri berhak mendapatkan kenikmatan
berhubungan badan. Oleh karena itu, suami boleh meminta pasangannya untuk melayaninya,
demikian juga si isteri berhak meminta suaminya untuk melayani "tidur" nya.
2. Masing-masing berhak mendapatkan warits. Apabila salah satu pasangannya meninggal, maka
pasangan lainnya berhak mendapatkan harta waritasan dari pasangannya yang meninggal
tersebut.
3. Masing-masing berhak untuk diperlakukan dengan baik dan benar.
4. Keduanya menjadi haram untuk menikahi kerabat masing-masing sebagaimana telah
dijelaskan dalam makalah sebelumnya mengenai wanita-wanita yang haram dinikahi, lantaran
perkawinan (al-mushaharah). Misalnya, dengan menikahnya laki-laki dan perempuan, maka
si suami haram untuk menikahi adik isterinya selama isterinya masih hidup dan keduanya
masih menikah. Demikian juga, ia haram untuk menikahi mertuanya—untuk lebih jelasnya,
lihat kembali makalah sebelumnya seputar masalah wanita yang haram dinikahi.